Senin, 31 Oktober 2016

Makalah Perubahan Budaya Organisasi

PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI



Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Manajemen Perubahan
Pada Jurusan Tarbiyah Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Semester 7 Kelompok 4
DISUSUN OLEH KELOMPOK  II

Danial
NIM: 02133206

Arniati
NIM: 02133076
Nur Alam
NIM: 02133201

Irfan Faisal
NIM: 02133082

Rezki Desyanti
NIM: 02133077

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
WATAMPONE
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Budaya Organisasi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan berorganisasi, budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berperilaku dan harus menjadi patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini terkait dengan bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi dan bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi. Budaya organisasi mengacu pada hubungan yang unik dari norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan cara berperilaku yang menjadi ciri bagaimana kelompok dan individu dalam menyelesaikan sesuatu.
Budaya organisasi merupakan norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Budaya organisasi tumbuh dari waktu ke waktu. Orang ada yang merasa nyaman dan ada juga yang merasa tidak nyaman dengan budaya organisasi yang baru. Bagi orang yang mempertimbangkan perubahan budaya, biasanya kejadian yang signifikan harus terjadi. Kejadian yang mengguncang dunia mereka, seperti kebangkrutan, kehilangan sales dan konsumen yang signifikan, atau rugi jutaan dollar, akan menarik perhatian banyak orang.
Budaya organisasi tidak selalu tetap dan perlu selalu disesuaikan dengan perkembangan lingkungan agar organisasi tetap survive. Orang yang mendirikan organisasi tidak hanya berharap organisasinya hanya sekedar hidup dan menjalankan kegiatannya, namun juga berharap organisasinya terus tumbuh berkelanjutan (sustainable growth) oleh karenanya Organisasi harus dapat melakukan perubahan -perubahan termasuk perubahan budaya Organisasi yang diharapkan memberikan dampak positif pada kinerja organisasi.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan permasalahan dalam makalah ini, yaitu:
1.      Bagaimana hakikat budaya organisasi ?
2.      Bagaimana perubahan budaya organisasi ?
3.      Bagaimana menguasai perubahan budaya organisasi ?
C.    Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui hakikat budaya organisasi.
2.      Untuk mengetahui perubahan budaya organisasi.
3.      Untuk mengetahui cara menguasai perubahan budaya organisasi.



BAB I
PEMBAHASAN
A.    Hakikat Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah cara orang melakukan sesuatu di dalam organisasi. Budaya organisasi merupakan satuan norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, cores values, dan pola perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi. Keyakinan adalah semua asumsi dan persepsi tentang sesuatu, orang dan organisasi secara keseluruhan, dan diterima sebagai sesuatu yang benar dan sah. Core values adalah nilai-nilai dominan yang diterima di seluruh organisasi, sedangkan pola perilaku adalah cara seseorang bertindak terhadap orang lainnya.[1]
Keberadaan budaya di dalam organisasi atau disebut dengan budaya organisasi yang tidak bisa dilihat oleh mata, tetapi bisa dirasakan. Budaya organisasi itu bisa dirasakan keberadaannya melalui perilaku anggota karyawan di dalam organisasi itu sendiri. Kebudayaan tersebut, memberikan pola, cara-cara berpikir, merasa menanggapi dan menuntun para anggota dalam organisasi. Oleh karena itu, budaya organisasi akan berpengaruh juga terhadap efektif atau tidaknya suatu organisasi.[2]
Budaya organisasi membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Di samping itu, budaya organisasi akan meningkatkan kekompakan tim antarberbagai departemen, divisi atau unit dalam organisasi, sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang dalam organisasi bersama-sama.
Budaya organisasi membentuk perilaku staf dengan mendorong percampuran core values dengan perilaku yang diinginkan sehingga memungkinkan organisasi bekerja dengan lebih efisien dan efektif, meningkatkan konsistensi, menyelesaikan konflik dan memfasilitasi koordinasi dan kontrol.[3]
Budaya organisasi itu berhubungan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan karakteristik dari budaya organisasi, tidak dengan apakah mereka menyukai budaya itu atau tidak. Jadi, organisasi menyatakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi tersebut. Dalam suatu organisasi yang besar memiliki suatu budaya yang dominan dari sejumlah anak budaya.[4]
Budaya organisasi akan meningkatkan motivasi staf dengan memberi mereka perasaan memiliki, loyalitas, kepercayaan dan nilai-nilai, dan mendorong mereka berpikir positif tentang mereka dan organisasi. Dengan demikian, organisasi dapat memaksimalkan kompetensi stafnya dan memenangkan kompetisi. Dengan budaya organisasi, kita dapat memperbaiki perilaku dan motivasi sumber daya manusia sehingga meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.[5]
Namun, budaya organisasi harus selalu dikembangkan sesuai dengan perkembangan lingkungan. Budaya organisasi yang statis suatu saat akan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersifat dinamis sebagai respons terhadap perubahan lingkungan.[6]
B.     Perubahan Budaya Organisasi
1.      Kapan Dilakukan Perubahan
Budaya suatu organisasi sudah saat dilakukan perubahan apabila terhadap dua organisasi atau lebih yang mempunyai latar belakang berbeda bergabung dan timbul konflik berkepanjangan di antara kelompok berbeda mulai merusak kinerja. Atau organisasi dalam cara kerjanya telah menghalangi kesempatan untuk berubah dan melakukan persaingan.
Perubahan budaya organisasi juga diperlukan dalam hal perusahaan bergerak ke dalam industri yang berbeda secara total dan cara dalam menjalankan sesuatu menghambat ketahanan organisasi. Demikian pula jika terjadi keadaan di mana karyawan yang telah terbiasa dengan kenyamanan peningkatan ekonomi, tidak dapat menerima tantangan yang datang dari penurunan ekonomi.
Penelusuran kebutuhan akan perubahan budaya organisasi harus dilakukan sejak awal karena proses perubahan budaya perlu waktu lama untuk menghasilkan. Semakin lama menunggu untuk melakukan proses, akan semakin sulit tugasnya.
Implikasi penundaan budaya organisasi dapat bervariasi, di antaranya adalah: (1) rendahnya moral staf; (2) pergantian staf tinggi;  (3) meningkatnya keluhan pelanggan; (4) kehilangan bisnis dan peluang; (5) rendahnya produktivitas; (6) lambatnya respons terhadap perubahan; (7) rendahnya kinerja perubahan; dan (8) perilaku dan praktik tidak sehat di tempat kerja (Tann, 2002).[7]
Untuk itu, diperlukan langkah-langkah berikut untuk menuju perubahan organisasi.
a.       Visi yang jelas dan arah yang strategis
Peran pertama pemimpin dalam organisasi adalah menetapkan visi yang jelas dan arah strategis bagi organisasi. Visi dan arah strategis memungkinkan perusahaan bersaing dan melanjutkan kinerja jangka panjang. Hal tersebut membantu perusahaan menentukan ke mana memfokuskan sumber daya dan ke mana yang dapat memberikan penghasilan maksimum.
b.      Pengukuran kinerja yang jelas
Mempunyai visi yang jelas dan arah yang strategis pasti sangat penting, namun belum cukup. Kebanyakan perusahaan berhenti untuk menerjemahkan visi dan rencana strategis ke dalam hasil yang terukur dari berbagai divisi, departemen atau unit bisnis strategis. Langkah mengembangkan budaya berorientasi prestasi dimulai dengan mendapatkan pemimpin divisi dan departemen mendiskusikan secara terbuka hasil yang diharapkan dengan satuan yang dapat diukur. Indikator kinerja perlu ditetapkan untuk setiap action plan untuk mendukung rencana strategis menyeluryh, dan hal ini harus disetujui bersama oleh pemimpin dan anak buahnya.
c.       Tindak lanjut pencapaian tujuan
Kecenderungan manusia adalah merasa puas dengan dirinya sendiri. Dari perspektif psikologis, orang termotivasi oleh kesenangan, atau menghindari kepusingan. Tanpa menindaklanjuti hasil dan memberikan tekanan pada non-kinerja, motivasi untuk menghindari kepusingan dikurangi. Hal ini mendorong orang mengembangkan zona nyaman. Menindaklanjuti pencapaian tujuan merupakan satu cara mengurangi perasaan puas terhadap dirinya sendiri di tempat pekerjaan.[8]
d.      Menghargai kinerja secara adil
Cara yang paling pasti untuk mematikan dorongan terhadap  prestasi kerja adalah dengan memberikan reward kepada orang secara tidak adil. Memberi penghargaan yang sama kepada setiap staf, terlepas dari kinerja atau jasa yang telah diberikan adalah merupakan tindakan ketidakadilan. Sekarang masih banyak pemimpin melakukannya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan.
e.       Lingkungan kerja terbuka dan transparan
Lingkungan kerja yang bersifat terbuka di mana pekerja dapat membagi informasi dan pengetahuan dengan bebas akan memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi. 80% masalah dalam organisasi berhubungan dengan komunikasi, atau kurangnya komunikasi. Oleh karena itu, salah pengertian, salah persepsi atau salah interpretasi muncul karena orang tidak mengkomunikasikan alasannya untuk melakukan sesuatu.
f.       Menghapus politik tidak sehat
Politik perusahaan menghalangi pengembangan hubungan saling mempercayai di antara manusia. Praktik tidak sehat dalam bentuk favoritisme, kronisme, desas-desus dan kelicikan berlanjut sampai manajer atau leader mengembangkan profesionalisme dalam mengelola sumber daya manusia.
Untuk melawan politik internal perusahaan, organisasi harus mulai mengembangkan lingkungan kerja yang terbuka, memperoleh ketidaksetujuan, memfokuskan pada tujuan dan meningkatkan harmoni tim. Kritik konstruktif dipergunakan sebagai alat yang tepat untuk memperbaiki sesuatu, bukan sebagai senjata untuk menjatuhkan orang lain. Hal ini hanya dapat dicapai dengan menghilangkan ketakutan di tempat pekerjaan.
g.      Tim spirit yang kuat
Dalam mengembangkan budaya kerja produktif, tidak ada pengganti yang lebih baik daripada menanamkan tim spirit yang kuat pada manusia. Untuk melakukan hal itu, orang harus berkomitmen terhadap kepercayaan bersama. Cara terbaik untuk menumbuhkan kepercayaan bersama adalah dengan menetapkan core values yang dapat diterima dan dihargai secara universal karena dapat memenuhi kepentingan organisasi maupun individu.[9]
C.    Menguasai Perubahan Budaya Organisasi
Banyak organisasi yang melewati jalan yang salah dalam mencari perubahan budaya organisasi. Hal ini dapat menyebabkan inisiatif untuk melakukan perubahan budaya organisasi gagal atau tidak dapat dilanjutkan. Tidak mengherankan apabila banyak pemimpin terhadap kemungkinan melakukan perubahan organisasi.
Budaya organisasi dapat dibuat dan diubah. Banyak aspek dan pelajaran dapat diperoleh dari usaha perubahan budaya organisasi, di antaranya sebagai berikut:
1.      Perubahan budaya organisasi yang efektif harus dimulai dengan perubahan pola pikir.
2.      Organisasi yang sukses mempunyai budaya organisasi yang sejalan dengan visi, misi, strategi, tujuan, dan lingkungan.
3.      Untuk mencapai kredibilitas dan memperoleh komitmen orang, kebijakan, prosedur, dan praktik harus konsisten dan budaya baru.
4.      Untuk mendapatkan kembali budaya organisasi yang baik, diperlukan rasionalitas yang kuat.
5.      Untuk memastikan terjadinya asimilasi budaya di seluruh organisasi, program perubahan budaya harus memanfaatkan berbagai mekanisme transmisi budaya.
6.      Untuk mencapai perubahan budaya yang mendalam dan berkelanjutan, diperlukan pendekatan partisipatif.
7.      Komitmen dari pimpinan puncak adalah sangat penting untuk keberhasilan perubahan budaya.
8.      Untuk mempercepat perubahan budaya, perlu melibatkan opinion leader.
9.      Perlu diciptakan mimpi yang kuat dari budaya baru.
10.  Kenali dan perkuat keberhasilan perubahan lebih dini dan sering.[10]
Hal terpenting yang harus diingat dalam melaksanakan perubahan budaya organisasi adalah:
1.      Dimensi struktural (budaya yang akan dirubah); Tujuannya bukan hanya sekedar mengetahui budaya yang ada tetapi juga agar pelaku perubahan bisa belajar tentang pola pikir organisasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
2.      Dimensi ruang dan waktu (asal muasal terbentuknya budaya dan perjalanannya sepanjang waktu); Tujuannya agar dalam perubahan budaya tidak terjadi kesalahan yang sama di masa datang.
3.      Dimensi proses perubahan (posisi budaya dalam siklus kehidupan budaya)
4.      Dimensi kontekstual (situasi lingkungan di mana budaya berada)
5.      Dimensi subyektif (tujuan dan keterlibatan orang per orang dalam perubahan)
6.      Daya tahan yaitu kemampuan untuk menciptakan perubahan yang hasilnya bisa tahan lama.[11]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan dari makalah di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan, yaitu:
1.       Budaya organisasi adalah cara orang melakukan sesuatu di dalam organisasi. Budaya organisasi merupakan satuan norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, cores values, dan pola perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi.
2.      Budaya suatu organisasi sudah saat dilakukan perubahan apabila terhadap dua organisasi atau lebih yang mempunyai latar belakang berbeda bergabung dan timbul konflik berkepanjangan di antara kelompok berbeda mulai merusak kinerja. Atau organisasi dalam cara kerjanya telah menghalangi kesempatan untuk berubah dan melakukan persaingan.
3.      Banyak organisasi yang melewati jalan yang salah dalam mencari perubahan budaya organisasi. Hal ini dapat menyebabkan inisiatif untuk melakukan perubahan budaya organisasi gagal atau tidak dapat dilanjutkan. Tidak mengherankan apabila banyak pemimpin terhadap kemungkinan melakukan perubahan organisasi.
B.     Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis menyarankan agar mencari referensi lain yang berhubungan dengan perubahan budaya organisasi, karena penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan karena disebabkan kurangnya referensi yang digunakan.
DAFTAR RUJUKAN
Rivai, Veithzal. Kepemimpinan dan Perilaku Organisas, Ed. I. Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003
Sulistyorini. Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan Aplikasi.  Cet. IX; Yogyakarta: Teras, 2009
Syahputri, Oktaria. Makalah Perubahan Budaya Organisasi. Diakses dalam http://makalahperubahanbudaya.blogspot.co.id/2014/11/perubahan-budaya-organisasi.html pada tanggal 15 Oktober 2016
Wibowo. Manajemen Perubahan, Ed. III. Cet. V; Jakarta: Rajawali Pers, 2016

Makalah Supervisi Klinis

SUPERVISI KLINIS



Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Supervisi Pendidikan
Pada Jurusan Tarbiyah Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Semester 7 Kelompok 4
DISUSUN OLEH KELOMPOK  I

Danial
NIM: 02133206
Sartini
NIM: 02133203
Nurpaidah
NIM: 02133092

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
WATAMPONE
2016


KATA PENGANTAR
بِسْÙ…ِ اللهِ الّرحْمنِ الّرحِÙŠْÙ…ِ
اَلسَلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ الله ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur  kita panjatkan kehadirat Allah swt. Karena atas berkat limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Dan tak lupa pula kita kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, karena atas jasa-jasa beliaulah sehingga kita dapat membedakan yang mana yang haq dan mana yang bathil.
            Terima kasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini, dan juga kepada teman-teman yang berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini karena dengan berkat kerja samanya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai apa yang diharapkan.
Manusia pasti memiliki kekurangan seperti halnya dalam pembuatan tugas ini pun kami banyak sekali kekurangan. Untuk itu, kami selalu mengharap kritik dan saran dari pembaca guna kemajuan bersama.
Akhir kata dari penulis mengucapkan banyak terima kasih.

ÙˆَلسَلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ الله ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ

Watampone, 14 Oktober 2016


Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................   i
DAFTAR ISI...........................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.............................................................................................   1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................   2
C.     Tujuan Masalah............................................................................................   2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Ciri-Ciri Supervisi Klinis.....................................................   3
B.     Tahap/Langkah-Langkah Pelaksanaan Supervisi Klinis..............................   6
C.     Tips dan Trik dalam Melaksanakan Supervisi Klinis...................................   10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..................................................................................................   12
B.     Saran............................................................................................................   12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................   13



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada dasarnya, supervisi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan yang ditujukan terutama untuk mengembangkan efektivitas kinerja personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-tugas utama pendidikan. Supervisi merupakan salah satu faktor penting sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pendidikan dalam hal ini pengawas pendidikan pada satuan pendidikan formal.
Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari peranan supervisor di bidang pendidikan yang berupaya menemukan masalah-masalah pendidikan dan selalu memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi. Dengan demikian, supervisi pendidikan bermaksud meningkatkan kemampuan profesional dan teknis bagi guru, kepala sekolah, dan personel sekolah lainnya agar proses pendidikan di sekolah lebih berkualitas.
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.


Dalam melaksanakan kegiatan supervisi, kepala sekolah harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.
Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan kepala sekolah terhadap tenaga kependidikannya khususnya guru, disebut supervisi klinis, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran yang efektif. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang supervisi klinis yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam meningkatkan kemampuan profesional guru.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian dan ciri-ciri supervisi klinis ?
2.      Bagaimana tahap/langkah-langkah pelaksanaan supervisi klinis ?
3.      Bagaimana tips dan trik dalam pelaksanaan supervisi klinis ?
C.    Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari permasalahan dalam makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian dan ciri-ciri supervisi klinis.
2.      Untuk mengetahui tahap/langkah-langkah pelaksanaan supervisi klinis.
3.      Untuk mengetahui tips dan trik dalam pelaksanaan supervisi klinis.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Ciri-Ciri Supervisi Klinis
1.      Pengertian Supervisi Klinis
Supervisi klinis merupakan pembinaan profesional yang dilakukan secara sistematis kepada guru sesuai kebutuhan guru yang bersangkutan dengan tujuan untuk membina keterampilan mengajarnya. Pembinaan itu dilakukan dengan cara yang memungkinkan guru menemukan sendiri cara-cara untuk memperbaiki kekurangannya sendiri (dalam suatu pengakuan yang jujur dan tulus).
Lebih lanjut dikemukakan oleh R.Weller Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui suatu siklus yang sistematik dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan yang mengajar nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional. K.A. Acheson & M.D. Gall (1980) mengemukakan bahwa supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil ketidaksesuaian atau kesenjangan tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku yang ideal.
Dari kedua pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis adalah suatu proses kepemimpinan dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru khususnya dalam penampilan mengajar berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut.


Supervisi klinis bertujuan untuk memperbaiki perilaku guru-guru dalam proses belajar mengajar, terutama yang kronis, secara aspek demi aspek yang intensif, sehingga mereka dapat mengajar dengan baik. Ini berarti perilaku yang tidak kronis bisa diperbaiki dengan teknik supervisi yang lain.
Supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Dikatakan supervisi klinis karena prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar, dan kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut. Ibarat seorang dokter yang akan mengobati pasiennya, mula-mula dicari dulu sebab dan jenis penyakitnya dengan jalan menanyakan kepada pasien apa yang dirasakannya, di bagian mana dan bagaimana rasanya. Setelah diketahui dengan jelas apa penyakitnya, maka diberikan saran atau pendapat tentang bagaimana sebaiknya agar penyakit itu tidak semakin parah, dan pada waktu itu juga dokter memberikan resep obatnya.
Di dalam supervisi klinis cara “memberikan obatnya” dilakukan setelah supervisor mengadakan pengamatan secara langsung terhadap cara guru mengajar dengan mengadakan “diskusi balikan” antara supervisor dan guru yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan “diskusi balikan” adalah diskusi yang dilakukan segera setelah guru selesai mengajar, dan bertujuan untuk memperoleh balikan tentang kebaikan maupun kelemahan yang terdapat selama guru mengajar serta bagaimana usaha untuk memperbaikinya.

2.      Ciri-Ciri Supervisi Klinis
Adapun ciri-ciri atau karakteristik dari supervisi klinis yang membedakan dengan supervisi lainnya, yaitu sebagai berikut:
a.       Pada dasarnya supervisor dan guru sederajat dan saling membantu dalam meningkatkan kemampuan dan sikap keprofesionalannya.
b.      Fokus supervisi klinis adalah pada perbaikan cara mengajar bukan mengubah kepribadian guru.
c.       Balikan supervisi klinis didasarkan atas bukti pengamatan dan bukan atas keputusan penilaian yang tidak di dukung oleh bukti nyata.
d.      Bersifat konstruktif dan memberi penguatan pada pola-pola dan tingkah laku yang berhasil daripada mencela dan “menghukum” pola-pola tingkah laku yang belum berhasil.
e.       Tahapan supervisi klinis merupakan kontinuitas dan dibangun atas dasar pengalaman masa lampau.
f.       Supervisi klinis merupakan suatu proses memberi dan menerima yang dinamis dimana supervisor dan guru merupakan teman sejawat di dalam mencari pengertian bersama dalam proses pendidikan.
g.      Tiap guru mempunyai kebebasan dan tanggung jawab untuk mengemukakan pokok-pokok persoalan, menganalisis cara mengajarnya sendiri dan mengembangkan gaya mengajarnya.
h.      Supervisor mempunyai kebebasan maupun tanggung jawab untuk menganalisis dan mengevaluasi cara melakukan supervisi sebagaimana cara menganalisis cara mengajar guru.
i.        Guru mempunyai prakarsa dan tanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran.
j.        Supervisor dan guru bersifat terbuka dalam mengemukakan pendapat dan dilandasi saling menghargai kedudukan masing-masing dan secara bersinergi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran guru.
B.     Tahapan/Langkah-Langkah Pelaksanaan Supervisi Klinis
Sebagaimana lazimnya pelaksanaan supervisi  pengajaran tidak terlepas dari prosedur dan tahapan dalam pelaksanaannya. Demikian pula kegiatan supervisi klinis, dilaksanakan dengan tahapan yang sistematis.
Pada dasarnya para ahli mempunyai prinsip yang sama, bahwa supervisi klinis berlangsung dalam suatu proses yang berbentuk siklus dengan tiga tahap yaitu (1) pertemuan awal, (2) tahap observasi kelas, (3) tahap pertemuan balikan/evaluasi.
1.      Tahap pertemuan awal
Pada tahap pertemuan awal merupakan pembuatan kerangka kerja, karena itu perlu diciptakan suasana akrab dan terbuka antara supervisor dengan guru, sehingga guru merasa percaya diri dan memahami tujuan diadakan pendekatan klinis. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada tahap ini antara lain:
a.       Menciptakan suasana persahabatan dan keterbukaan antara supervisi dan guru.
b.      Membicarakan rancangan yang telah dibuat oleh guru yang meliputi penentuan kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pokok, metode pembelajaran, media/alat, dan evaluasi.
c.       Mengidentifikasi jenis-jenis kompetensi dasar beserta indikator-indikator yang akan dicapai oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.
d.      Mengembangkan instrumen observasi yang akan digunakan untuk merekam data kinerja guru.
e.       Mendiskusikan instrument observasi, selanjutnya supervisor dan guru membuat kesepakatan tentang data yang akan dikumpulkan dan sekaligus akan menjadi catatan penting pada tahap-tahap selanjutnya.
Pertemuan awal menjadi penentu tahap berikutnya, karena tahap pra observasi menyepakati kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pelaksanaan observasi di kelas yang melibatkan supervisor sebagai observer.
2.      Tahap observasi kelas
Pada tahap ini, guru melakukan kegiatan pembelajaran sesuai pedoman dan prosedur yang telah disepakati pada saat pertemuan awal. Selanjutnya supervisor melakukan observasi berdasarkan instrument yang telah dibuat dan disepakati dengan guru. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a.       Supervisor bersama guru memasuki ruang kelas tempat proses pembelajaran akan berlangsung.
b.      Guru menjelaskan kepada siswa tentang maksud kedatangan supervisor dan ruang kelas.
c.       Guru mempersilahkan supervisor untuk menempati tempat duduk yang telah disediakan.
d.      Guru mulai melaksanakan kegiatan mengacu pada pedoman dan prosedur yang telah disepakati pada saat pertemuan awal dengan supervisor.
e.       Supervisor mengobservasi penampilan guru berdasarkan format observasi yang telah disepakati.
f.       Setelah guru selesai melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran, bersama-sama dengan supervisor meninggalkan ruang kelas dan pindah ke ruang atau rang pembinaan. 
Pertemuan setelah observasi berlangsung, supervisor menggunakan informasi yang dikumpulkan untuk membantu guru dalam menganalisis pelajaran. Pertemuan setelah observasi lebih memfokuskan permasalahan yang sebelumnya sudah disetujui bersama dan tidak menyimpang dari kesepakatan pertemuan awal. Dengan kata lain, pembahasan ataupun diskusi berlangsung dengan suasana keterbukaan dan saling menghargai.
3.      Tahap pertemuan akhir/balikan
Tahap akhir dari siklus supervisi klinis adalah analisis pasca pertemuan (post observation). Supervisor mengevaluasi hal-hal yang telah terjadi selama observasi dan seluruh siklus proses supervisi dengan tujuan untuk meningkatkan performansi guru. Pertemuan akhir merupakan diskusi umpan balik antara supervisor dan guru. Suasana pertemuan sama dengan suasana pertemuan awal yaitu suasana akrab penuh persahabatan, bebas dari prasangka, dan tidak bersifat mengadili. Supervisor memaparkan data secara objektif sehingga guru dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan selama proses pembelajaran berlangsung. Yang menjadi dasar dari balikan terhadap guru adalah kesepakatan tentang item-item observasi yang telah dibuat, sehingga guru menyadari tingkat prestasi yang dicapai. Secara lebih konkrit langkah-langkah pertemuan akhir sebagai berikut:
a.       Supervisor menanyakan perasaan guru selama proses observasi berlangsung untuk menciptakan suasana santai agar guru tidak merasa diadili.
b.      Supervisor memberikan penguatan kepada guru yang telah melaksanakan pembelajaran dalam suasana penuh persahabatan sebagaimana pertemuan awal.
c.       Supervisor bersama-sama guru membicarakan kembali kontrak yang pernah dilakukan mulai dari tujuan pengajaran sampai evaluasi pengajaran.
d.      Supervisor menunjukkan data hasil observasi yang telah dianalisis dan diinterpretasikan, kemudian memberikan waktu pada guru untuk menganalisis data dan menginterpretasikan, selanjutnya didiskusikan bersama.
e.       Menanyakan kembali perasaan guru setelah mendiskusikan hasil analisis dan interpretasi data hasil observasi, dan meminta guru menganalisis proses dan hasil pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa.
f.       Bersama-sama guru, supervisor membuat kesimpulan tentang hasil pencapaian latihan pembelajaran yang telah dilakukan dan pada akhir pertemuan sudah direncanakan pembuatan tahapan kegiatan supervisi klinis selanjutnya. 
Tahap pertemuan akhir/balikan bukan akhir dari kegiatan supervisi klinis untuk selamanya, supervisor mendorong guru untuk merencanakan hal-hal yang perlu diperhatikan pada kesempatan berikutnya.
Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan pembelajaran. Jika jumlah guru cukup banyak, kepala sekolah dapat meminta bantuan wakil kepala sekolah atau guru senior untuk membantu melaksanakan supervisi. Dengan demikian, jika bidang studi guru terlalu jauh, dan kepala sekolah merasa sulit memahami, kepala sekolah dapat meminta bantuan kepada guru senior yang memiliki latar belakang bidang studi yang sama dengan guru yang ingin disupervisi.[13]
C.    Tips dan Trik dalam Pelaksanaan Supervisi Klinis
Terdapat beberapa tips dan trik yang harus diperhatikan kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi klinis sebagaimana yang diuraikan di atas. Tips dan trik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.      Membangun Kesadaran
Setiap guru dan staf sekolah lainnya harus menyadari tugas dan fungsinya masing-masing; bahwa mereka memiliki peran penting dalam mengembangkan pribadi-pribadi peserta didik. Harus disadari bahwa pengembangan pribadi peserta didik ini merupakan suatu proses penyiapan generasi bangsa, sehingga bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat, yang bisa bersaing, bersanding, bahkan bertanding dengan negara-negara lainnya.
2.      Meningkatkan pemahaman
Setelah setiap guru memiliki kesadaran yang tinggi terhadap tugas dan fungsinya masing-masing, langkah berikutnya adalah meningkatkan pemahaman mereka agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut dengan baik dan efektif. Melalui pemahaman yang baik akan sangat membantu guru dalam mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar sesuai dengan bidangnya masing-masing.
3.      Kepedulian
Tips dan trik berikutnya dalam menghadapi supervisi pendidikan adalah menumbuhkan kepedulian di kalangan guru dan staf lainnya, sehingga mereka peduli terhadap peserta didik dan lingkungannya. Kepedulian ini diharapkan akan menumbuhkan sikap positif di kalangan guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
4.      Komitmen
Tips keempat yang harus dilakukan guru dan staf lainnya dalam menghadapi supervisi pendidikan adalah menumbuhkan komitmen yang tinggi dalam diri kita sebagai guru, sehingga memiliki rasa aman, nyaman dan menyenangkan dalam mengemban tugas dan fungsinya. Komitmen ini merupakan janji yang tinggi bahwa seseorang akan mengabdi diri dalam dunia pendidikan dengan sungguh-sungguh dalam keadaan yang bagaimanapun.[14]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Supervisi klinis merupakan pembinaan profesional yang dilakukan secara sistematis kepada guru sesuai kebutuhan guru yang bersangkutan dengan tujuan untuk membina keterampilan mengajarnya. Pembinaan itu dilakukan dengan cara yang memungkinkan guru menemukan sendiri cara-cara untuk memperbaiki kekurangannya sendiri (dalam suatu pengakuan yang jujur dan tulus)
2.      Dalam pelaksanaan supervisi klinis terdapat 3 tahap. Pada tahap pertemuan awal terdapat kegiatan-kegiatan; pembahasan pemantapan hubungan antara guru dengan supervisor, membuat perencanaan bersama. Pada tahapan terakhir dari supervisi klinis terdapat kegiatan-kegiatan; analisis data hasil observasi, pertemuan untuk mendiskusikan hasil observasi. Prosedur observasi klinis disebut “siklus” karena ketiga tahapan itu merupakan suatu proses yang berkelanjutan, pada akhir tahap ketiga (pertemuan balikan) sudah mulai dibicarakan bahan masukan (input) untuk tahap pertama (pertemuan awal) pada siklus berikutnya.
3.      Tips dan trik yang dilakukan supervisor dalam melaksanakan supervisi klinis yaitu : membangun kesadaran, meningkatkan pemahaman, kepedulian, dan komitmen.
B.     Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis menyarankan agar tidak hanya menjadikan makalah ini sebagai satu-satunya sumber rujukan, tetapi juga mencari referensi lain yang menyangkut pembahasan tentang supervisi klinis untuk lebih memahami tentang supervisi klinis tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Ary H.. Administrasi Sekolah: Administrasi Pendidikan Mikro. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1996
Mulyasa, E.. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, Ed.I. Cet. III; Jakarta Bumi Aksara, 2013
Pidarta, Made. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Ed. I. Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Cet. XXI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012
Wahyudi. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar (Learning Organization). Cet.II; Bandung: Alfabeta, 2009