Jumat, 21 Desember 2018

Teori Pengambilan Keputusan

TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

 

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Manajemen Perkantoran
Pada Jurusan Tarbiyah Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Semester 6 Kelompok 4
DISUSUN OLEH KELOMPOK  XI

Danial
NIM: 02133206
Herdik
NIM: 02133205
Asrultan
NIM: 02133231


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
WATAMPONE
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi individu maupun organisasi. Pengambilan keputusan bisa menjadi hal yang sulit. Kemudahan atau kesulitan dalam mengambil keputusan tergantung pada banyaknya alternatif yang tersedia. Semakin banyak alternatif yang tersedia, kita akan semakin sulit dalam mengambil keputusan. Keputusan yang diambil memiliki tingkat yang berbeda-beda. Ada keputusan yang tidak terlalu berpengaruh terhadap organisasi, tetapi ada keputusan yang dapat menentukan kelangsungan hidup organisasi. Oleh karena itu, hendaknya mengambil keputusan dengan hati-hati dan bijaksana.
     Pembuatan keputusan diperlukan pada semua tahap kegiatan organisasi dan manajemen. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam proses perencanaan ditujukan kepada pemilihan alternative program dan prioritasnya. Dalam pembuatan keputusan tersebut mencakup kegiatan identifikasi masalah, perumusan masalah, dan pemilihan alternatif keputusan berdasarkan perhitungan dan berbagai dampak yang mungkin timbul. Begitu juga dalam tahap implementasi atau operasional dalam suatu organisasi, para manajer harus membuat banyak keputusan rutin dalam rangka mengendalikan usaha sesuai dengan rencana dan kondisi yang berlaku. Sedangkan dalam tahap pengawasan yang mencakup pemantauan, pemeriksaan, dan penilaian terhadap hasil pelaksanaan dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan dari pembuatan keputusan yang telah dilakukan.
Pada akhirnya, kegiatan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat merupakan bagian dari kegiatan administrasi dimaksudkan agar permasalahan yang akan menghambat roda organisasi dapat segera terpecahkan dan terselesaikan sehingga suatu organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif dalam rangka mencapai suatu tujuan organisasi. Sehingga, pengambilan keputusan membutuhkan tahapan atau proses yang cukup panjang. Karena keputusan ini nantinya akan berpengaruh terhadap kelangsungan sebuah organisasi atau perusahaan.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan pengambilan keputusan ?
2.      Apa tujuan pengambilan keputusan ?
3.      Apa komponen dalam pengambilan keputusan ?
4.      Apa saja yang menjadi dasar pengambilan keputusan ?
C.    Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan masalah tersebut adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian pengambilan keputusan.
2.      Untuk mengetahui tujuan pengambilan keputusan.
3.      Untuk mengetahui komponen dalam pengambilan keputusan.
4.      Untuk mengetahui dasar-dasar pengambilan keputusan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan (decision making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama, menyusun alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan keputusan yang terbaik.
Pengambilan keputusan pada dasarnya adalah proses pemecahan masalah yang menghalangi atau menghambat tercapainya tujuan. Agar masalah dapat dipecahkan, terlebih dahulu harus dikenali apa masalahnya. Banyak jenis keputusan yang berbeda harus dibuat dalam organisasi. Seperti bagaimana membuat suatu produk, bagaimana memelihara mesin, bagaimana menjamin kualitas produk dan bagaimana membentuk hubungan yang saling menguntungkan dengan pelanggan.
Keputusan yang diambil mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh terhadap organisasi secara umum, tetapi bisa saja sebaliknya. Semakin banyak pengaruh keputusan yang diambil terhadap organisasi tersebut, semakin vital keputusan tersebut. Tingkatan pada manajemen menuntut pada manajemen tingkat bawah, menengah, dan atas. Dasar pemikiran untuk menentukan siapa yang akan mengambil keputusan adalah semakin besar pengaruh keputusan yang diambil terhadap organisasi (yang artinya semakin vital keputusan tersebut) maka semakin tinggi tingkatan manajer yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan tersebut.
B.     Tujuan Pengambilan Keputusan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam organisasi itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan organisasinya yang dimana diinginkan semua kegiatan itu dapat berjalan lancer dan tujuan dapat dicapai dengan mudah dan efisien. Namun, kerap kali terjadi hambatan-hambatan dalam melaksanakan kegiatan. Ini merupakan masalah yang harus dipecahkan oleh pimpinan organisasi. Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memecahkan masalah tersebut.
Tujuan pengambilan keputusan dapat dibedakan
atas dua, yaitu :
1.      Tujuan yang bersifat tunggal
Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya bahwa sekali diputuskan, tidak akan ada kaitannya dengan masalah lain.
2.      Tujuan yang bersifat ganda
Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari satu masalah, artinya bahwa satu keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan dua masalah atau lebih, yang bersifat tidak kontradiktif.
C.    Komponen dalam Pengambilan Keputusan
Agar pengambilan keputusan dapat lebih terarah, maka perlu diketahui unsur-unsur atau komponen-komponen dalam melakukan pengambilan keputusan, yaitu :
1.      Tujuan dari pengambilan keputusan
Mengetahui lebih dahulu apa tujuan dari pengambilan keputusan itu. Misalnya : jika anda akan membeli mobil baru, maka anda harus mengetahui lebih dahulu tujuannya.
2.      Identifikasi alternatif-alternatif keputusan untuk memecahkan masalah. Mengadakan identifikasi alternatif yang akan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu perlu kiranya membuat daftar macam-macam tindakan yang memungkinkan untuk mengadakan pilihan.
3.      Perhitungan mengenai faktor-faktor yang dapat diketahui sebelumnya atau di luar jangkauan manusia.
Perhitungan mengenai faktor-faktor di luar jangkauan manusia. Keberhasilan setiap alternatif keputusan dikaitkan dengan tujuan yang dikehendaki, ini sangat dikehendaki, ini sangat tergantung pada keadaan yang mungkin berada di luar jangkauan manusia. Peristiwa di luar jangkauan manusia ada-lah peristiwa yang dapat dibayangkan sebelumnya, namun manusia tidak sanggup atau kurang berdaya untuk mengatasinya. Keputusan untuk membeli mobil baru itu perlu dikaitkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan, misalnya : biaya pembelian bensin karena hal ini akan berpengaruh terhadap penghematan bagi pemakaian kendaraan tersebut. Anda dapat memprediksi harga bensin nantinya sebagai peristiwa di luar jangkauan manusia.
4.      Sarana atau alat untuk mengevaluasi atau mengukur hasil dari suatu pengambilan  keputusan. Adanya sarana dan alat untuk mengevaluasi atau mengukur keberhasilan dari pengambil-an keputusan itu. Selanjutnya alternatif-alternatif keputusan dan peristiwa di luar jangkauan manusia itu perlu dirinci dengan menggunakan sarana/alat untuk mengukur pengeluaran yang perlu dilakukan dari setiap alternatif kombinasi keputusan di luar jangkauan manusia tersebut.
D.    Dasar-Dasar Pengambilan Keputusan
Menurut George R. Terry, dasar-dasar pengambilan keputusan adalah :
1.      Intuisi 
Suatu proses bawah sadar/tidak sadar yang timbul atau tercipta akibat pengalaman yang terseleksi. Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subjektif, sehingga mudah terkena pengaruh. Segi positif dalam pengambilan keputusan berdasarkan intuisi adalah :
a.       Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek.
b.      Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya.
c.        Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat berperan, dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik.
Segi negatif dalam pengambilan keputusan berdasarkan intuisi adalah :
a.       Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik.
b.      Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran dan keabsahannya.
c.       Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan seringkali diabaikan.
d.       Pengalaman
2.      Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis.  Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung ruginya, baik-buruknya keputusan yang akan dihasilkan.  Karena pengalaman, seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara penyelesaiannya.
3.      Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid, dan baik.  Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dapat dibuat dengan rela dan lapang dada.
4.      Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang lebih rendah kedudukannya.  Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.
Segi positif dalam pengambilan keputusan berdasarkan wewenang adalah :
a.       Kebanyakan penerimanya adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan tersebut secara sukarela ataukah terpaksa.
b.      Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama.
c.       Memiliki otentisitas (otentik).
Segi negatif dalam pengambilan keputusan berdasarkan wewenang adalah :
a.         Dapat menimbulkan sifat rutinitas.
b.         Mengasosiasikan dengan praktek dictatorial.
c.         Sering melewati permasalahan yg seharus-nya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan.
5.      Rasional
Pada pengambilan keputusan yang berdasar-kan rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan secara rasional :
a.       Kejelasan masalah.
b.      Orientasi tujuan.
c.       Pengetahuan alternative.
d.      Preferensi yang jelas.
e.       Hasil maksimal



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pengambilan keputusan (decision making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif.
2.      Tujuan pengambilan keputusan dapat dibedakan atas dua, yaitu : Tujuan yang bersifat tunggal (terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah) dan Tujuan yang bersifat ganda (terjadi apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari satu masalah).
3.      komponen-komponen dalam melakukan pengambilan keputusan, yaitu :
a.       Tujuan dari pengambilan keputusan
b.      Identifikasi alternatif-alternatif keputusan untuk memecahkan masalah.
c.       Perhitungan mengenai faktor-faktor yang dapat diketahui sebelumnya atau di luar jangkauan manusia.
d.      Perhitungan mengenai faktor-faktor di luar jangkauan manusia.
4.      Menurut George R. Terry, dasar-dasar pengambilan keputusan adalah: Intuisi, Pengalaman, Fakta, Wewenang dan Rasional.
B.     Saran
Sebaiknya para pembaca lebih banyak membaca referensi-referensi lain, khususnya mengenai teori dalam pengambilan keputusan, dan jangan hanya berpacu pada makalah yang sederhana ini.
DAFTAR PUSTAKA
F., Lutfan. Perilaku Organisasi. Edisi X, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2006
Kasim, Azhar. Teori Pembuatan Keputusan. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI, 1995



Sabtu, 01 Desember 2018

MUTASI SUMBER DAYA MANUSIA


MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

(MUTASI)






 



Makalah

Dipresentasikan pada Seminar Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Islam Pascasarjana Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam

UIN Alauddin Makassar











Oleh







DANIAL

NIM: 80300217030



Dosen Pengampu



Dr. H. Arifuddin Siraj, M.Pd.

Dr. Hj. Musdalifah, M.Pd.I.





PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR

2018



KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

الْحَمْدُ لله رّبِّ الْعَالَمِيْن وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ الاْنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِين وَعَلَى اَلِهِ وَصْحَبِهِ أَجْمَعِيْن.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt. karena berkat rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah (makalah) ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis kirimkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw., keluarga beliau, para sahabat, dan tabi’in yang telah memperjuangkan agama Islam.
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini, penulis mengalami berbagai macam hambatan dan rintangan. Akan tetapi, berkat bantuan dan kerja sama dengan teman-teman, makalah ini dapat terselesaikan, namun masih jauh dari kesempurnaan.        

Āmi>n Yā Rabb al-‘Ālami>n....



                                                                                                   Samata, 05 Juli 2018

                                                                                                  



                                                                                                   Penulis


BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Manajemen sumber daya manusia merupakan aktivitas untuk mencapai keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya serta kemampuannya menghadapi berbagai tantangan, baik yang bersifat eksternal maupun internal, melalui kebijakan-kebijakan, praktik-praktik, serta sistem-sistem yang memengaruhi perilaku, sikap, dan kinerja pegawai. Proses manajemen sumber daya manusia ini meliputi fungsi-fungsi manajerial, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), dan pengawasan (controlling) yang melekat pada setiap aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Ulfatin, 2016). 
Dalam lembaga apa pun, personalia atau sumber daya manusia menempati kedudukan yang paling vital dan merupakan aset yang paling berharga dalam organisasi. Biaya dan sarana prasarana serta teknologi memang penting dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi ketersediaan sumber daya itu menjadi sia-sia apabila ditangani oleh sumber daya manusia yang tidak berkompeten dan kurang komitmen (Astuti, 2016). Oleh karena itu, manajemen sumber daya manusia sangat diperlukan dalam hal ini agar pelaksanaan tugas benar-benar berjalan dengan baik sesuai dengan kompetensi sumber daya manusia sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
Dalam melakukan pekerjaannya, setiap sumber daya manusia pasti merasakan kejenuhan karena melakukan pekerjaan yang sama secara terus menerus. Hal ini akan menyebabkan menurunnya prestasi kerja. Kebosanan dan kejenuhan tersebut akan menjebak pegawai yang bersangkutan pada rutinitas kerja serta situasi yang menoton dan pada akhirnya akan menurunkan motivasi kerja pegawai tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai adalah dengan melakukan mutasi jabatan secara berkala dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain atau juga dikenal dengan istilah rotasi, transfer, atau pindah posisi.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, masalah pokok dalam makalah ini adalah “Bagaimana pelaksanaan mutasi? Adapun rumusan masalah yang menjadi submasalah dari masalah pokok, yaitu:
  1. Bagaimana pengertian mutasi?
  2. Apa saja jenis-jenis mutasi dan bagaimana implementasinya?
  3. Apa yang menjadi faktor dasar dilakukannya mutasi?

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Mutasi
Kegiatan memindahkan tenaga kerja dari suatu tempat kerja ke tempat kerja yang lain disebut sebagai mutasi. Akan tetapi, mutasi sebenarnya tidak selamanya sama dengan pemindahan. Mutasi meliputi kegiatan memindahkan tenaga kerja, pengoperan tanggung jawab, pemindahan status ketenagakerjaan, dan sejenisnya. Adapun pemindahan hanya terbatas pada mengalihkan tenaga kerja dari suatu tempat ke tempat lain. Dengan demikian, mutasi lebih luas ruang lingkupnya dibanding pemindahan. Salah satu perwujudan kegiatan mutasi adalah pemindahan tenaga kerja dari satu tempat ke tempat yang lain.
Mutasi menurut Sastrohadiwiryo (2003) adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada perusahaan.
Lebih lanjut Fatah Syukur (2015) mendefinisikan mutasi sebagai suatu perubahan posisi, jabatan, tempat, pekerjaan yang dilakukan, baik secara horizontal maupun vertikal (promosi/demosi) dalam suatu organisasi. Mutasi dalam arti luas mengandung pengertian segala macam perubahan jabatan seorang pegawai. Mutasi bisa berbentuk kenaikan pangkat (promosi) dan penurunan pangkat (demosi). Pemindahan bisa berarti pemindahan wilayah, pemindahan jabatan, pemindahan instansi.
Berbeda halnya menurut Soetopo dan Soemanto (1998) dalam mendefinisikan mutasi, mereka mendefinisikan mutasi lebih sempit daripada pendapat sebelumnya. Mereka mengemukakan bahwa, “Mutasi adalah pemindahan seorang pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lain yang tingkatannya sama. Pemindahan ini bisa dilakukan di dalam lingkungan unit kerja itu sendiri dan luar unit.”
Berdasarkan beberapa uraian tentang pengertian mutasi, penulis dapat memberikan definisi bahwa mutasi adalah proses pemindahan tenaga kerja dari suatu posisi, pekerjaan, maupun tempat ke posisi, pekerjaan, maupun tempat yang lain dalam posisi dan tanggung jawab yang sama, lebih tinggi (promosi), maupun lebih rendah (demosi) dalam organisasi itu sendiri maupun di luar organisasi. Alasan yang mendasari penulis menganggap bahwa promosi dan demosi termasuk dalam kategori mutasi karena keduanya termasuk pemindahan posisi, tempat, maupun tanggung jawab yang akan dilaksanakan.
B.   Jenis-Jenis Mutasi
Terdapat beberapa jenis yang menjadi dasar atau landasan dalam pelaksanaan mutasi karyawan, yaitu: merit system, seniority system, dan spoiled system (Hasibuan, 2007).
1.      Merit System
Merit system merupakan mutasi karyawan yang didasarkan atas landasan yang bersifat ilmiah, objektif, dan hasil prestasi kerjanya. Merit system atau carrier system ini merupakan mutasi yang baik karena:
a.       Output dan produktivitas meningkat,
b.      Semangat kerja meningkat, dan
c.       Absensi dan disiplin karyawan semakin baik. 
2.      Seniority System
Seniority system adalah mutasi yang didasarkan atas landasan masa kerja, usia, dan pengalaman kerja dari karyawan bersangkutan. Sistem mutasi seperti ini tidak objektif karena kecakapan orang yang dimutasikan berdasarkan senioritas yang belum tentu mampu memangku jabatan baru. Dasar tindakan promosi salah satunya adalah senioritas, yaitu tergantung lamanya seorang guru/pegawai telah bekerja dalam perusahaan. Dengan dasar ini, orang yang terlama dinasnya dalam perusahaan mendapat prioritas pertama dalam tindakan promosi.
Banyak perusahaan yang menempuh cara ini dengan pertimbangan, yaitu sebagai berikut:
a.       Sebagai penghargaan atas jasa-jasa seseorang, paling sedikit dilihat dari egi loyalitas kepada organisasi.
b.      Penilaian masa kerja lebih bersifat objektif karena cukup dengan membandingkan masa kerja orang-orang tertentu yang dipertimbangkan untuk mutasi.
c.       Mendorong organisasi mengembangkan para pegawainya karena pegawai yang paling lama berkarya akan mendapat promosi. 
3.      Spoil System
Spoil system adalah mutasi yang didasarkan atas landasan kekeluargaan. Sistem mutasi seperti ini kurang baik karena didasarkan atas pertimbangan suka atau tidak suka (like or dislike). Mutasi ini merupakan penempatan kembali karyawan ke posisi tempat yang baru sehingga kemampuan dan kecakapan kerjanya semakin baik, yakni mencakup mutasi secara horizontal maupun vertikal.
Jenis mutasi jika mengacu pada pengertian yang lebih luas, mutasi dapat dibedakan menjadi mutasi horizontal dan mutasi vertikal. Mutasi horizontal atau biasa disebut sebagai transfer atau rotasi kerja merupakan perubahan tempat jabatan, tetapi masih pada rangking yang sama di dalam organisasi itu, sedangkan mutasi vertikal adalah perubahan posisi, jabatan, pekerjaan, promosi atau demosi sehingga kewajiban kekuasaannya juga berubah (Fatah Syukur, 2015).
Mutasi juga seringkali dilakukan atas keinginan atau kebutuhan perusahaan dan atas keinginan sendiri. Mutasi yang dilakukan atas keinginan/kebutuhan perusahaan karena:
1.      Perusahaan sedang melakukan upaya untuk menjamin kelangsungan suatu pekerjaan dari karyawan tersebut dan juga ingin menunjukkan kepada seluruh karyawan bahwa bukanlah sebuah bentuk hukuman kepada karyawan yang bersangkutan
2.      Perusahaan ingin meyakinkan bahwa seorang karyawan tidak akan diberhentikan apabila mereka kurang terampil atau tidak mampu untuk bekerja.
3.      Mutasi dilakukan hanya untuk membuat penyegaran suasana di tempat kerja, kemudian agar terhindar dari rasa jenuh dari karyawan pada jabatan dan pekerjaan yang monoton.
Mutasi karena keinginan sendiri dapat dilakukan atas alasan sebagai berikut:
1.      Karyawan yang merasa sudah tidak cocok lagi dengan bidang tugasnya dan jabatannya.
2.      Karyawan yang merasa bahwa tempat/lingkungannya sudah tidak sesuai dengan keinginan dan kondisi fisiknya.
3.      Karyawan yang bersangkutan merasa tidak bisa bekerja sama lagi dengan teman sekerjanya atau bahkan dengan atasannya. (Griffindors, 2014)
C.   Faktor Dasar Mutasi
Pengadaan mutasi tenaga kerja, harus mempertimbangkan faktor-faktor yang dipandang objektif dan rasional, antara lain:
1.      Kebijakan dan Peraturan Manajer
Pelaksanaan mutasi tenaga kerja berdasarkan perencanaan sebelumnya oleh perusahaan menurut kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan manajer. Mutasi dilaksanakan secara kontinyu dan berdasarkan pedoman yang berlaku. Dasar kebijakan dan peraturan tersebut umumnya dilaksanakan dengan maksud menjaga tingkat objektivitas yang maksimum dalam pelaksanaan mutasi, pedoman normatif yang melandasi hendaknya dituangkan secara tertulis dan dibuat secara tegas dan jelas. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan mutasi jangan sampai dilaksanakan sekehendak manajemen tanpa pertimbangan rasional.
2.      Mutasi atas Dasar Prinsip The Right Man on the Right Job
Pelaksanaan seleksi tenaga kerja dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan atas prinsip tersebut. Penempatannya pun hendaknya dilakukan dengan cara yang paling menguntungkan berbagai pihak dan seobjektif mungkin. Melalui pelaksanaan mutasi, manajemen berusaha memindahkan tenaga kerja pada pekerjaan lain yang seimbang dengan frekuensi pekerjaan sebelumnya. Dengan mutasi, manajemen akan mengoreksi kelemahan-kelemahan pelaksanaan seleksi dan penempatan tenaga kerja yang pertama kali. Harapan yang hendak dicapai dengan langkah tersebut adalah untuk menempatkan tenaga kerja pada pekerjaan yang tepat.
3.      Tindakan untuk Meningkatkan Moral Kerja
Prinsip the right man on the right job bukanlah merupakan program yang keberhasilannya abadi karena karakter dan kemampuan orang tidaklah stabil sehingga kemampuannya juga akan berubah. Akan tetapi, pelaksanaan mutasi harus mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi di waktu mendatang. Jangan sampai terjadi di tempat yang baru, bukan hanya moral kerja yang menurun, tetapi pekerjaan yang baru pun tidak terselesaikan karena tidak sesuai dengan kemampuan, kecakapan dan keahlian tenaga kerja yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan mutasi perlu pertimbangan yang matang dan cermat agar setelah dilakukannya mutasi, moral kerja yang dimiliki karyawan lebih meningkat dari yang sebelumnya.
4.      Media Kompetisi yang Rasional
Tanpa dorongan untuk bersaing dengan orang lain, barangkali tidak ada gerakan manusia untuk berusaha ke arah yang lebih maju. Dengan kompetisi yang rasional diharapkan kemajuan individu tenaga kerja akan lebih cepat tercapai. Dengan cara memutasikannya berarti dalam pekerjaan akan dipekerjakan lebih dari seorang tenaga kerja, meskipun dengan cara bergantian.
5.      Langkah untuk Promosi
Mutasi dimaksudkan sebagai pemindahan dari jenjang horizontal sama dengan tugas dan pekerjaan sebelumnya, sedangkan promosi dimaksudkan sebagai pemindahan pada tingkat vertikal lebih tinggi dari tugas dan pekerjaan sebelumnya. Tenaga kerja yang direncanakan untuk mengalami promosi memerlukan penambahan pengalaman, pengetahuan, dan keahlian dalam bidang kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk memperoleh hal tersebut pada pribadi tenaga kerja dalam ruang lingkup yang luas, meskipun kurang mendalam, salah satu cara yang ditempuh manajemen adalah dengan jalan memutasikan tenaga kerja yang bersangkutan di beberapa pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya apabila dilaksanakan promosi.
6.      Mutasi Harus Terkoordinasi
Pelaksanaan program mutasi hendaknya terkoordinasi karena mutasi yang dilakukan umumnya menyangkut aktivitas lainnya secara berantai. Dengan demikian, pekerjaan yang dilakukan akan lebih baik bagi tenaga kerja yang dimutasi apabila dipindahkan ke pekerjaan yang sifatnya berantai dari pekerjaan yang dilakukan sebelumnya, meskipun pekerjaan tersebut tidak persis sama dengan pekerjaan sebelumnya. (Sastrohadiwiryo, 2003).  Oleh karena itu pelaksanaan mutasi tidak hanya melihat keuntungan dari satu sisi, tetapi memperhitungkan juga sisi yang lain agar pekerjaan yang dilakukan nantinya sesuai dengan kemampuan karyawan yang dimutasi.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa faktor dasar yang perlu diperhatikan dalam melakukan mutasi tenaga kerja mencakup kebijakan dan peraturan manajer, berdasar pada prinsip the right man on the right job, peningkatan moral kerja, media kompetisi yang rasional, sebagai langkah untuk promosi, dan dilakukan secara terkoordinasi.



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa:
  1. Mutasi adalah proses pemindahan tenaga kerja dari suatu posisi, pekerjaan, maupun tempat ke posisi, pekerjaan, maupun tempat yang lain dalam posisi dan tanggung jawab yang sama, lebih tinggi (promosi), maupun lebih rendah (demosi) dalam organisasi itu sendiri maupun di luar organisasi. Promosi dan demosi termasuk dalam kategori mutasi karena keduanya termasuk pemindahan posisi, tempat, maupun tanggung jawab yang akan dilaksanakan.
  2. Terdapat beberapa jenis yang menjadi dasar atau landasan dalam pelaksanaan mutasi karyawan, yaitu: merit system (didasarkan pada landasan objektif dan berdasarkan prestasi kerja karyawan), seniority system (didasarkan pada masa kerja, usia, dan pengalaman tenaga kerja), dan spoiled system (didasarkan atas landasan kekeluargaan).
  3. Faktor dasar yang perlu diperhatikan dalam melakukan mutasi tenaga kerja mencakup kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh manajer, berdasar pada prinsip the right man on the right job (orang tepat pada pekerjaan yang tepat), sebagai upaya peningkatan moral kerja, sebagai media kompetisi yang rasional, sebagai langkah untuk melakukan promosi, dan dilakukan secara terkoordinasi.
B.   Implikasi
Implikasi yang diharapkan oleh penulis dalam penulisan makalah ini, di antaranya adalah:
  1. Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan kontribusi atau sumbangsih kepada para pembaca terkait dengan pelaksanaan mutasi yang secara khusus mengenai pengertian mutasi, jenis-jenis mutasi, dan faktor dasar dilaksanakannya mutasi.
  2. Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti. Manajemen Pendidikan. Cet. I; Samata-Gowa: Gunadarma Ilmu, 2016.
Griffindors, Abdi. “Pengertian dan Jenis-jenis Mutasi dalam Dunia Perkantoran”, Blog Abdi Griffindors. http://artikelampuh.blogspot.com/2014/03/ pengertian-dan-jenis-jenis-mutasi-dalam-perusahaan.html (02 Juli 2018).
Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Sastrohadiwiryo, B. Siswanto. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administrasi dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Soetopo, Hendiyat dan Wasty Soemanto. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan (Jakarta: Bina Aksara, 1998.
Syukur, Fatah. Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan. Cet. II; Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2015.
Ulfatin, Nurul dan Teguh Triwiyanto. Manajemen Sumber Daya Manusia Bidang Pendidikan. Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2016.